Teknologi pengolahan kopra pada dasarnya merupakan proses pengeringan atau penurunan kadar air buah kelapa sampai kadar air tertentu. Teknologi pengolahan daging buah kelapa yang banyak dilakukan petani kelapa di Indonesia masih berupakan teknik pengolahan kelapa tradisional.
Selain analisa biaya serta analisa data hasil penjualan belum maksimal sehingga belum menghasilkan analisa ekonomi yang memuaskan, ciri umum pengolahan kopra secara tradisional:
- Kualitas tidak konstan.
- Ketahanan simpan kurang.
Pengolahan tradisional dan ciri-cirinya.
Pengolahan tradisional merupakan cara pengolahan yang diwarisi dari generasi ke generasi tanpa ada perubahan, baik dalam prosedur dan urut-urutan pengerjaan, maupun alat-alatnya. Ciri-ciri pengolahan tradisional kopra adalah sebagai berikut:
- Tahap-tahap pengolahan cara tradisional belum sepenuhnya mendasarkan pada proses yang sebenarnya berlangsung dalam tahap tersebut.
- Peralatannya umumnya tidaklah tepat, atau tidak dapat sepenuhnya mengarahkan proses menuju ke terbentuknya sifat bahan yang dikehendaki konsumen atau pemakai.
- Tingkatan proses yang berlangsung umumnya tidak diperiksa secara kuantitatif.
- Kurang mempertimbangkan perencanaan berdasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi.
Bahan dasar pembuatan kopra.
Bahan dasar pengolahan kelapa menjadi kopra adalah daging buah kelapa. Pada umur 160 hari daging buah (endosperm) mulai terbentuk, pada umur 300 hari mencapai maksimal, dan pada umur 12 bulan buah menjadi masak (berat rata-rata 3 -4 kg). Komposisi buah kelapa (masak optimal) adalah sabut (35%), tempurung (12%), daging buah (28%), dan air buah (25%). Kadar air buah segar sekitar 50%. Komposisi kopra diharapkan (komposisi kopra mutu terbaik) adalah air (6-7%), minyak (63-64%), protein (7-8%), karbohidrat (15%), mineral (2%), dan serat (3-4%). Daging buah muda dan lewat masak bila diolah menghasilkan kopra dengan mutu dan produksi rendah.
Pengeringan daging buah kelapa.
Pengolahan kopra berupa proses penguapan air dari daging buah kelapa, sehingga kadar air mula-mula ±50% diturunkan menjadi 5-7% dengan cara pengeringan. Kecepatan penguapan air dipengaruhi oleh tenperatur, luas
bidang permukaan, dan tekstur daging buah kelapa. Penguapan air di permukaan mula-mula berjalan cepat sekali, dan makin lama makin lambat, karena air di lapisan sebelah dalam harus mendifusi dahulu ke bagian sebelah luar sebelum menguap. Waktu pengeringan diupayakan sesingkat-singkatnya untuk mencegah kerusakan-kerusakan maupun dekomposisi dari daging buah.
Pemberian suhu tinggi langsung kontak pada bahan (lebih besar dari 85°C) dihindari, karena dapat menghasilkan kopra bermutu rendah, dalam hal ini adalah case hardened copra. Sebaliknya, pemberian suhu rendah (lebih kecil dari 40°C) menyebabkan terjadinya pembusukan oleh mikrobia dan enzim-enzim sehingga mengakibatkan terjadinya lendir pada permukaan daging buah ¬berakibat pada kenampakan kopra tidak baik dan mengandung asam lemak bebas tinggi.
Dasar-dasar pengeringan kopra adalah sebagai berikut:
- Kadar air daging buah segar harus dapat diturunkan dari 50-55% menjadi 35% dalam waktu 24 jam.
- Selama 24 jam berikutnya, kadar air harus diturunkan menjadi 20%.
- Dalam waktu 24 jam berikutnya, kadar air harus diturunkan lagi menjadi 5-6%.
Proses pengolahan kopra.
Pemetikan, pengangkutan, dan pembelahan buah, ada dua cara pemetikan buah kelapa yaitu:
- Menanti buah jatuh sendiri.
- Buah sengaja dipetik.
Pemetikan buah kelapa dilakukan sepanjang tahun, dengan jangka waktu tiap bulan, tiap dua bulan, atau pun 3 bulan. Produksi buah kelapa rata-rata untuk setiap pohon adalah 40-60 butir kelapa per pohon, produksi buah kelapa terbaik atau tertinggi adalah 80 butir per pohon, serta produksi buah kelapa yang paling jelek atau sangat jelek adalah 0-20 buah kelapa per pohon.
Kelapa yang dipetik terlalu muda akan menghasilkan kopra yang lunak serta mudah terjadi kerusakan selama pengolahan akibat aktivitas mikrobia. Sedangkan kelapa yang dipetik lewat masak akan menghasilkan daging buah berlendir dan sukar dikeringkan serta menghasilkan kopra keras, warna tidak putih, dan warna minyaknya pun jelek.
Pengangkutan bahan.
Hasil pemetikan harus segera dibawa ke tempat pengolahan. Lama waktu setelah pembelahan berpengaruh terhadap kerusakan yang ditimbulkan sebelum pengeringan, serta mutu kopra. Semakin lama jarak waktu antara
pembelahan dan pengeringan akan meningkatkan jumlah dan persentase kopra yang bermutu rendah / berwarna merah kemerahan dan merah hitam. Waktu antara pembelahan dan pengeringan yang masih dianggap baik adalah
periode 0-4 jam.
Penghilangan sabut dan pembelahan buah.
Tujuan penghilangan sabut dan pembelahan buah adalah untuk memudahkan proses selanjutnya sekaligus mengeluarkan air buah. Setelah air menetes habis, harus segera dikeringkan. Buah setelah dibelah, jika dibiarkan
akan menyebabkan rusaknya daging buah, misalnya: tumbuhnya jamur lendir yang diikuti oleh pertumbuhan jamur pada permukaan daging buah.
Cara pengeringan.
Pengeringan dengan sinar matahari (sun-drying).
Peralatan yang dibutuhkan untuk cara pengolahan / pengeringan dengan sinar matahari adalah lantai pengering atau pun rak-rak terbuat dari bambu. Bila cuaca baik, dalam waktu 2 hari pengeringan, daging buah dengan mudah dapat dicungkil dari tempurungnya. Dengan pengeringan kembali selama 3-5 hari sudah akan didapatkan kopra kering. Pada cuaca baik, pengeringan secara kontinyu selama 8 jam mampu menguapkan ±1/3 kadar air yang terdapat pada buah. Dalam perdagangan hasil pengeringan tersebut dinamakan sebagai kopra kering.
Keuntungan sun-drying:
- Biaya murah.
- Tidak memerlukan bahan bakar.
- Relatif sedikit memerlukan pemeliharaan alat.
- Menghasilkan kopra dengan mutu tinggi.
Kelemahan sun-drying:
- Sangat tergantung cuaca.
- Waktu dan kondisi pengeringan tidak dapat diatur.
- Kemungkinan pertumbuhan jamur bila cuaca kurang atau tidak baik atau bila waktu pengeringannya terlalu lama.
Pengeringan dengan panas buatan (artificial drying).
- Pemanasan secara Langsung.
Dengan cara ini, daging buah akan kontak langsung dengan gas-gas yang timbul dari pembakaran dalam dapur api. Hasil yang diperoleh dengan pengeringan dengan pemanasan secara langsung disebut sebagai smoke dried copra (asap yang mengeringkan kopra), dengan ciri khas berbau asap dengan permukaan berwarna putih kecoklatan. Contoh model alat pengering ini adalah: rak-rak bambu dengan dinding terbuat dari daun-daun kelapa. Model pengering ini merupakan alat pengering buatan paling sederhana. Bahan bakar menggunakan tempurung kering. - Pemanasan secara tidak langsung.
Dengan cara ini, buah kelapa tidak melakukan kontak secara langsung dengan gas-gas hasil dari suatu pembakaran. Alat pengering dengan pemanasan secara tidak langsung terdiri dari suatu ruang pengering dilengkapi dengan pipa pemanas. Cara ini memerlukan capital investment (penanaman Modal) lebih besar sehingga akan mempengaruhi biaya produksi kopra yang dihasilkan. Kopra yang dihasilkan mutu yang baik (warna yang baik, minyak yang dihasilkan memiliki rasa dan aroma baik, dan tidak menunjukkan gejala bau tengik selama penyimpanan 8 bulan). Kopra selanjutnya dikemas, setelah didinginkan, kemudian dipasarkan untuk berbagai keperluan. Umumnya, permintaan kopra paling banyak dari industri pengolahan minyak goreng. Selain dapat diolah menjadi kopra, daging buah kelapa juga dapat diolah menjadi kelapa kering (desiccated coconut) dan kelapa manis (sweetened coconut). Kedua produk tersebut dapat dimanfaatkan dalam industri pengolahan makanan atau pengolahan pangan, misalnya dalam industri pembuatan roti.
Kerusakan kopra.
Selama penyimpanan, kopra dapat mengalami kerusakan. Sebab-sebab kerusakan kopra selama penyimpanan antara lain, kurang sempurnanya pengeringan, peyimpanan yang kurang baik, praktek-praktek dalam perdagangan, yaitu mencampur kopra baik dengan kopra jelek. Kopra yang kurang kering dapat berakibat pada terjadinya kenaikan kandungan asam lemak bebas selama penyimpanan.
Mikrobia yang potensial tumbuh pada daging buah kelapa dengan berbagai kadar air antara lain adalah sebagai berikut: Aspergillus flavus (kuning-hijau), A. niger (hitam), Rhizopus nigricans (putih yang akhirnya kelabu-hitam) pada kadar air 20-50%, A. flavus, A. niger, R. nigricans pada kadar air 12-20%, A. Tamarii, A. glaucus sp. pada kadar air 8 -12%, serta Penicillium (hijau) dan A.glaucus (putih-hijau) pada kadar air < 8%.
Pengolahan limbah kopra.
Dari pengolahan kopra dihasilkan limbah berupa air kelapa, sabut kelapa (serabut kelapa) dan tempurung kelapa (batok kelapa). Pengolahan air kelapa dapat lebih lanjut menghasilkan produk berupa minuman siap minum, nata de coco, cuka air kelapa, dan kecap air kelapa. Tempurung/batok kelapa dapat dimanfaatkan menjadi aneka barang kerajinan rumah tangga, meskipun banyak juga yang hanya memanfaatkannya untuk bahan bakar pengolahan kopra.