Perangko mulai ditinggalkan karena Alat Komunikasi sudah berubah – Perkembangan teknologi komunikasi modern telah menggeser cara berkomunikasi manusia. Salah satu indikatornya, semakin ditinggalkannya surat-menyurat ataupun kartu pos yang memerlukan perangko.
Direktur Ritel dan Properti PT Pos Indonesia, Setyo Riyanto mengatakan, dalam 10 tahun terakhir bisnis perangko PT Pos Indonesia mengalami penurunan signifikan. “Bisnis prangko Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini berkurang karena dari 100 persen prangko yang dicetak, hanya 14 persen yang terjual atau terserap,” kata Setyo di kantor Fillateli PT Pos Indonesia, Jakarta, Selasa (25/2/2014).
Turunnya permintaan akan prangko tak pelak membuat laba dari bisnis ini pun tak bisa diperhitungkan. Jangankan untuk produksi nasional, prangko yang diproduksi di Kantor Filatelli ini saja sudah tak menghasilkan laba.
Setyo menambahkan, 86 persen dari prangko yang diproduksi, masih ada di gudang PT Pos Indonesia. Meski begitu, untuk keperluan kolektor prangko, PT Pos Indonesia tetap memproduksi prangko-prangko ini.
Seperti halnya yang dilakukan siang ini bersama Lembaga Indonesia Cina, PT Pos Indonesia meluncurkan prangko bertemakan Tahun Kuda.
Prangko seri Tahun Kuda 2014 diterbitkan dalam pecahan 2500 yang terdiri dari tiga desain, yakni Kuda Sumbawa, Kuda Lumping, serta Kuda Tradisional Gayo. Setyo menambahkan, selain untuk keperluan koleksi, prangko juga bertujuan untuk memperkenalkan Indonesia guna menjalin hubungan diplomasi dengan negara-negara lain.
“Tapi setidaknya, kami terus lakukan produksi untuk bangsa. Misalnya hubungan diplomat kita dengan Israel dan Taiwan kan tidak ada, tapi kita cetak prangko untuk memperkenalkan (Indonesia),” pungkasnya